Entri Populer

Rabu, 27 Juni 2012

MASALAH POKOK PEREKONOMIAN INDONESIA

A. Pengertian Pengangguran Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. B. Jenis-jenis Pengangguran Berdasarkan jam kerja: * Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. * Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. * Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaanwalaupun telah berusaha secara maksimal. Berdasarkan penyebab terjadinya: * Pengangguran friksional (frictional unemployment) adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerja penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. * Pengangguran konjungtural (cycle unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi. * Pengangguran struktural (structural unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. * Pengangguran musiman (seasonal Unemployment) adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. * Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja. * Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin. * Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerate demand). C. Penyebab Terjadinya Pengangguran 1. Penduduk yang relatif banyak 2. Pendidikan dan keterampilan yang rendah 3. Angkatan kerja tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta dunia kerja 4. Teknologi yang semakin modern 5. Pengusaha yang selalu mengejar keuntungan dengan cara melakukan penghematan-penghematan. 6. Penerapan rasionalisasi 7. Adanya lapangan kerja yang dengan dipengaruhi musim 8. Ketidakstabilan perekonomian, politik dan keamanan suatu negara D. Inflasi inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. E. Penyebab Inflasi 1. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar), inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan. 2. Inflasi desakan biaya ( cost push inflation, terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. f. Hubungan antara pengangguran dan inflasi Berdasarkan Kurva Phillips, menggambarkan adanya hubungan negatif antara laju inflasi dengan pengangguran: Laju inflasi tinggi, pengangguran rendah. Akan tetapi kebalikannya juga justru dapat terjadi yakni kenaikan harga-harga secara umum, yang dilihat dari laju inflasi akan menurunkan output (produksi nasional) dan dengan sendirinya meningkatkan pengangguran. Hubungan inflasi, output dan pengangguran) sangat ditentukan oleh aggregat penawaran dan permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Apabila aggregat permintaan meningkat, permintaan terhadap tenaga kerja akan meningkat (dengan sendirinya pengangguran berkurang). Akan tetapi, sebaliknya kenaikan aggregat permintaan tersebut akan menaikkan harga-harga (meningkatkan laju inflasi). Ini yang dinamakan hubungan negatif inflasi dan pengangguran. Penurunan penawaran dengan sendirinya berakibat pada “seolah” kenaikan dalam permintaan. Akibatnya harga-harga meningkat (inflasi meningkat). Akan tetapi karena penawaran menurun ini berarti permintaan terhadap tenaga kerja juga menurun yang dengan sendirinya menurunkan produksi nasional. Akhirnya yang terjadi adalah inflasi tinggi dan pengangguran tinggi. Sumber referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran http://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pokok/view&id=52&uniq=761 http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090330210058AA0T8aU

Perkembangan dan klasifikasi

Tujuan Belajar: • Mengidentifikasi dan menjelaskan faktor mempengaruhi perkembangan dunia akuntansi. • Mengetahui pendekatan perkembangan akuntansi dalam ekonomi yang berorientasi pasar. • Mengidentifikasi negara yang dominan dalam perkembangan praktek akuntansi. • Memiliki pengetahuan dasar klasifikasi akuntansi dan bisa membandingkannya. • Menjelaskan perbedaan antara penyajian wajar dan kepatuhan terhadap hukum dan negara mana yang dominan penerapannya. • Mengetahui isu penting perbedaan antara penyajian wajar dan kepatuhan terhadap hukum. Pembuka Akuntansi selalu bereaksi terhadap perubahan lingkungannya. Klasifikasi diperlukan untuk memahami dan menganalisis mengapa/bagaimana sistem akuntansi nasional mengalami perbedaan/kesamaan. Perkembangan 1. Standar dan praktek akuntansi masing-masing negara merupakan hasil interaksi faktor ekonomi, sejarah, kelembagaan dan budaya. 2. Faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan akuntansi antara lain: 1. Sumber Pendanaan 2. Sistem Hukum 3. Perpajakan 4. Ikatan Politik dan Ekonomi 5. Inflasi 6. Tingkat Perkembangan Ekonomi 7. Tingkat Pendidikan 8. Budaya Hubungan Budaya dan Akuntansi Dimensi Budaya meliputi: a). individualisme, b). jarak kekuasaan, c). penghindaran ketidakpastian, dan d). Maskulinitas (Hofstede, 1980). n Hubungan budaya dan akuntansi bisa dilihat dari 4 dimensi nilai akuntansi (Gray, 1988): 1. Profesionalisme >< kontrol wajib 2. Keseragaman >< fleksibilitas 3. Konservatisme >< optimisme 4. Kerahasiaan >< transparansi Klasifikasi Klasifikasi dapat dilakukan dengan cara: a. Dengan pertimbangan b. Secara empiris Pendekatan terhadap perkembangan Akuntansi. Pendekatan independen a. Pendekatan Makro-ekonomi Pendekatan terhadap perkembangan Akuntansi. a. Pendekatan Makro-ekonomi b. Pendekatan Mikro-ekonomi Sistem Hukum: Akuntansi Hukum Umum dan Hukum Kode. Klasifikasi menurut sistem hukum: 1. Akuntansi dalam negara-negara hukum umum memiliki karakteristik berorientasi pada “penyajian wajar”, transparan, full disclousure, dan pemisahan antara akuntansi keuangan dan pajak. 2. Akuntansi dalam negara-negara hukum kode memiliki karakteristik berorientasi pada legalistik, tidak membiarkan pengungkapan dalam jumlah kurang, dan kesesuaian antara akuntansi keuangan dan pajak. Sistem Praktek: Akuntansi Penyajian Wajar vs Kepatuhan Hukum. Alasan hilangnya perbedaan tingkat nasional: 1. Banyak perusahaan telah listing di bursa saham di luar negera asal. 2. Tanggung jawab pembentukan standar akuntansi beralih dari pemerintah ke sektor swasta yang profesional dan independen, seperti di Jerman dan Jepang. 3. Pasar saham sebagai sumber pendanaan semakin tumbuh di seluruh dunia. sumber : SIGIT SUKMONO

Bab 6 PENETAPAN HARGA TRANSFER DAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Sumber : SIGIT SUKMONO Tujuan Belajar 1. Mendefinisikan konsep dasar perpajakan internasional. 2. Memahami konsep keterkaitan pajak dengan laba dari luar negeri. 3. Memahami alasan terhadap kredit pajak luar negeri. 4. Menjadi peka terhadap perencanaan pajak internasional dalam perusahaan multinasionl. 5. Mengetahui variabel-variabel dalam penentuan harga transfer internasional. 6. Memahami masalah mendasar dalam metode pengalihan harga. Faktor pajak dan mata uang memiliki pengaruh besar terhadap keputusan investasi, bentuk organisasi, sumber pendanaan, kapan/dimana pengakuan pendapatan/beban, dan harga transfer. Kebanyakan perusahaan terbebani dengan masalah aturan perpajakan (disamping COGS, Labour, dan Raw Material). Karena aturan perpajakan masing-masing negara berbeda-beda, perusahaan perlu memiliki sistem perencanaan pajak multinasional dan sistem simulasi berbasis komputer sebagai alat bantu yang esensial bagi manajemen. Perusahan harus memahami perbedaan utama sistem perpajakan nasional, upaya nasional membahas masalah pajak berganda, dan peluang arbitrase antara wilayah yurisdiksi nasional bagi perusahaan multinasional. Penetapan harga transfer berperan untuk meminimalkan pajak perusahaan nasional, tetapi juga harus mempertimbangkan konteks perencanaan dan kontrol strategis. Keanekaragaman Sistem Pajak Nasional Macam-macam pajak · Pajak Langsung , Pajak Tidak Langsung ,PPh Badan, Pjk Pungutan, PPN, Pjk Perbatasan , Pajak transfer · Beban Pajak · Sistem Administrasi Pajak : Sistem Klasik , Sistem Terintegrasi · Insentif Pajak LN : Tax holiday , Tax havens Kompetisi Pajak yang Membahayakan Harmonisasi Internasional Pamajakan Terhadap Sumber Laba dari LN dan Pajak Berganda Kredit Pajak LN Pembatasan Kredit Pajak Perjanjian Pajak Pertimbang Mata Uang Asing Definisi Perencanaan Pajak Pertimbangan Organisasi Perusahaan LN yang dikendalikan dan Laba Subbagian F Induk Perusahaan di LN Perusahaan Penjualan LN Keputusan Pendanaan Penggabungan Kredit Pajak Alokasi Akuntansi Biaya Lokasi dan Penentuan Harga Transfer Penentuan Harga Transfer Internasional Variabel yang Rumit Faktor Pajak Faktor Tarif Faktor Daya Saings Resiko Lingkungan Faktor Evaluasi Kinerja Kontribusi Akuntansi Metodologi Penentuan Harga Transfer Harga vs Biaya vs…..? Prinsip Harga Wajar Metode Harga Tidak Terkontrol yang Setara Metode Transaksi Tidak Terkontrol yang Setara Metode Harga Jual Kembali Metode Penentuan Biaya Plus Metode Laba Sebanding Metode Pemisahan Laba Metode Penentuan Harga Lainnya Perjanjian Penentuan Harga Lajutan Praktek Harga Transfer Setiap perusahaan memang berbeda dari berbagai dimensi. Biasanya setiap perusahaan menjalankan praktek harga transfer sebagai suatu kewajiban. Banyak faktor yang mempengaruhi harga transfer. Tetapi harga transfer memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu: 1. Mengelola beban pajak (dominan) 2. Penggunaan operasional transfer pricing (mempertahankan posisi daya saing perusahaan, mempromosikan evaluasi kinerja, memberi motivasi kepada karyawan, mengelola inflasi) 3. Mengelola resiko nilai tukar asing dan menghilangkan pembatasan atas transfer kas relatif.

Rabu, 02 Mei 2012

PENGARUH IFRS TERHADAP ASURANSI

Standar Khusus Akuntansi untuk Asuransi Kerugian merupakan standar akuntansi kedua yang khusus mengatur jenis badan usaha tertentu setelah dikeluarkannya. Standar Khusus Akuntansi untuk Koperasi. Standar Khusus ini disusun atas dasar kerja sama antara Ikatan Akuntan Indonesia dan PT. Asuransi Jasa Indonesia. Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat. Peranan asuransi dalam pembangunan nasional tidak hanya dapat dilihat dari jumlah dana yang dapat di”himpun” dari masyarakat, tetapi juga dari banyaknya pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Industri Asuransi Indonesia dalam tahun 1983 sampai dengan 1985 mengalami kesulitan karena antara lain:  Menderita kerugian yang cukup besar karena hasil underwriting tidak memadai bahkan minus.  Stabilitas keuangan perusahaan asuransi tidak terjamin.  Di dalam pasar reasuransi internasional tidak mempunyai reputasi yang cukup baik. Untuk meningkatkan reputasi industri asuransi Indonesia, diperlukan:  Peningkatan mutu produk dan pasar  Adanya accounting standard yang berlaku di dalam industri asuransi. Perusahaan asuransi di Indonesia relatif mengalami kelambatan dalam perkembangan permodalan. Hal ini disebabkan berbagai keadaan yang belum memadai untuk memungkinkan pengembangan permodalan tersebut. Dengan adanya suatu Accounting Standard maka perhitungan hasil usaha menjadi lebih jelas, adanya suatu accounting standard akan memberikan value added bagi industri asuransi dan masyarakat yang akan memberikan dampak positip terhadap pembangunan nasional. AKUNTANSI ASURANSI Asuransi kerugian pada hakekatnya adalah suatu sistem proteksi menghadapi risiko kerugian finansial, dengan cara pengalihan (transfer) risiko kepada pihak lain, baik secara perorangan maupun secara kelompok dalam masyarakat. Dasar usaha asuransi adalah kepercayaan masyarakat, terutama dalam hal kemampuan keuangan (bonafiditas) perusahaan untuk memenuhi kewajiban klaim dan kewajiban lain-lain tepat pada waktunya. Untuk itu usaha asuransi harus dikelola secara profesional, baik dalam pengelolaan risiko maupun dalam pengelolaan keuangan. Beberapa karakteristik dari akuntansi perusahaan asuransi kerugian antara lain: Penentuan beban tidak dapat sepenuhnya dihubungkan dengan pendapatan premi, karena timbulnya beban klaim tidak selalu bersamaan dengan pengakuan pendapatan premix. Laporan laba rugi sangat dipengaruhi oleh unsur estimasi, misalnya: estimasi mengenai besarnya premi yang belum merupakan pendapatan (unearned premium income) dan estimasi mengenai besarnya klaim yang menjadi beban pada periode berjalan (estimasi klaim tanggungan sendiri). Perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan pemerintah dalam hal batas tingkat solvabilitas (solvency margin). Untuk lebih lengkap dari isi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN bisa klik di sini >> http://bloggerborneo.com/softcopy-psak/ Sedangkan mengenai diberlakukannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang konvergen dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) secara penuh pada tahun 2012 LATAR BELAKANG KOVERGENSI PSAK – IFRS, ** Sebuah manajemen entitas diwajibkan untuk menyusun laporan pertanggungjawaban atas kegiatan keuangannya. Laporan ini akan memberikan informasi kepada berbagai pihak, laporan inilah yang kita kenal dengan laporan keuangan. Jenis laporan keuangan ini diantaranya adalah neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan modal serta catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut haruslah menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi sehingga informasinya dapat digunakan untuk mengambil berbagai keputusan yang strategis. Untuk mendapatkan laporan keuangan yang standar dalam kualitas maka ditetapkanlah PSAK. Oleh karena ini dapat dikatakan bahwa PSAK adalah kebijakan umum yang dipergunakan untuk menyusun laporan keuangan pada semua entitas yang sejenis. aturan dalam PSAK ini dibuat berdasar kepada biaya historis (historical cost) yang banyak mengacu kepada US GAAP (United States General Accepted Accounting Principles). Karena informasinya berbasis kepada data masa lalu saja, maka dunia akuntansi kemudian mencoba menghadirkan laporan keuangan yang berbasiskan kepada informasi terkini yang kemudian kita kenal dengan fair value. Untuk mendapatkan laporan keuangan yang standar maka Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan kemudian direvisi sesuai dengan ketentuan pengukuran dan penilaian berdasarkan nilai terkini seperti yang dianut oleh International Financial Reporting Standards (IFRS) ** 28 PSAK disusun dengan mengacu kepada IAS/IFRS, 20 PSAK dikembangkan dengan mengacu kepada prinsip akuntansi Amerika Serikat, 8 PSAK dikembangkan sendiri oleh IAI, dan 1 PSAK tentang perbankan syari’ah mengacu kepada standar akuntansi yang diterbitkan oleh AAOIFI serta peraturan-peraturan terkait yang berlaku di Indonesia. Keputusan DSAK saat ini adalah mendekatkan PSAK dengan IAS/IFRS dengan membuat dua strategi: 1. Strategi selektif. Strategi ini dilakukan dengan tiga target yaitu; mengidentifikasi standar-standar yang paling penting untuk diadopsi seluruhnya dan menentukan batas waktu penerapan standar yang diadopsi, melakukan adopsi standar selebihnya yang belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah ada, dan target terakhir adalah melakukan konvergensi proses penyusunan standar dengan IASB. 2. Strategi dual standard. Strategi ini dilakukan dengan menerjemahkan seluruh IFRS sekaligus dan menetapkan waktu penerapannya bagi listed companies. Sedangkan bagi non listed companies tetap menggunakan PSAK yang telah ada. Dalam penerapan kedua strategi tsb harus mempertimbangkan lima hal:  Konvergensi standar dan proses konvergensi itu sendiri. Hal ini perlu dipertimbangkan karena DSAK belum memutuskan kapan melakukan konvergensi.  Ketersediaan dana untuk penerjemahan standar.  Ketersediaan sumber daya manusia.  Ketentuan perundang-undangan di Indonesia.  Sosialisasi standar dan peluang moral hazards dalam penyusunan laporan keuangan. Hambatan Terdapat beberapa hambatan yang masih dihadapi: – Masih adanya ketidaksesuaian standar di beberapa negara dengan ketentuan IFRS yang signifikan (seperti aturan tentang instrumen keuangan dan standar pengukuran berdasar fair value accounting) – Masih terdapat perbedaan kepentingan antara IFRS yang berorientasi pada capital market dengan standar akuntansi negara-negara yang berorientasi pada ketentuan perpajakan (tax-driven) – Berbagai aturan yang kompleks dalam IFRS dianggap sebagai hambatan bagi sebagian negara untuk melakukan konvergensi. – Masih terdapat gap yang cukup besar antara IFRS dengan standar akuntansi nasional yang diterapkan untuk perusahaan kecil dan menengah (UKM) Struktur IFRS International Financial Reporting Standards mencakup: – International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001. – International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001. – Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001 Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001. KONVERGENSI IFRS MEMBERATKAN PERUSAHAAN ASURANSI? Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) menggelar pemaparan publik atau public hearing draft standar akuntansi baru yang berkaitan dengan industri asuransi. Public hearing dilaksanakan di Jakarta, 25 Januari 2011 dan dihadiri kurang lebih oleh 250 peserta dari industry asuransi, akuntan publik, profesi aktuari, akademisi dan juga perwakilan-perwakilan perusahaan lainnya. Exposure Draft standar akuntansi baru yang dipaparkan dalam kesempatan tersebut adalah: ED PSAK 62: Kontrak Asuransi ED PSAK 28 (Revisi 2010): Akuntansi Asuransi Kerugian ED PSAK 36 (revisi 2010): Akuntansi Asuransi Jiwa ED PSAK 56: Laba per Saham ED PPSAK 10: Pencabutan PSAK 51 Akuntansi Kuasi-Reorganisasi Rangkaian public hearing ini merupakan proses konvergensi IFRS yang dilakukan oleh IAI dan ditargetkan selesai pada tahun 2012. ED PSAK 62 mengadopsi standar akuntansi internasional IFRS 4 yang bersifat prinsip atau principle based. Dengan mengadopsi IFRS 4 maka standar akuntansi Indonesia yang mengatur perusahaan asuransi yakni PSAK 28 dan PSAK 36 direvisi agar tidak bertentangan dengan IFRS 4. Revisi untuk PSAK 28 dan PSAK 36 banyak menghapus paragraf-paragraf yang bersifat rule based serupa dengan aturan-aturang yang kaku. Ludovicus Sensi, anggota DSAK-IAI yang memberikan pemaparan standar akuntansi asuransi mendapatkan banyak komentar mengenai kesiapan industri asuransi dan profesi aktuaris dalam menerapkan standar-standar baru ini pada tahun 2012. “Waktunya sangat sempit apabila diberlakukan pada tahun 2012. Dan apakah para pelaku dan profesi aktuaris siap karena standar ini banyak menuntut penggunaan professional judgement” demikian komentar salah satu peserta public hearing dari perusahaan asuransi yang cukup besar di Indonesia. “IFRS 4 ini sedang diubah di dewan standar akuntansi internasional. Kita memang pernah bimbang apakah kita mengadopsi IFRS 4 yang saat ini berlaku atau tunggu sampai revisi IFRS 4 nanti dikeluarkan. Namun apabila kita menunggu lebih lama, kesenjangan antara standar akuntansi lokal dan standar akuntansi internasional akan semakin lebar. Sehingga Dewan memutuskan untuk tidak menunda adopsi IFRS 4” Ludovicus Sensi memberikan penjelasan. Ludovicus Sensi juga menambahkan bahwa diskusi mengenai perubahan standar akuntansi ini sudah pernah didiskusikan oleh pihak regulator Bapepam LK dan juga oleh asosiasi industri asuransi selama beberapa bulan terakhir. Lebih lanjut Rosita Uli Sinaga, Ketua DSAK-IAI yang memimpin jalannya public hearing pada hari itu juga menambahkan bahwa konvergensi IFRS ini sudah terlebih dahulu memberikan dampak besar terhadap industri perbankan tahun lalu dengan memberlakukan PSAK 50 dan PSAK 55 mengenai instrumen keuangan. “kita semua memahami bagaimana beratnya industri perbankan dalam menerapkan PSAK 50 dan PSAK 55. Kalau Industri asuransi tidak mengadopsi IFRS maka akan terbelakang dibandingkan dengan industri keuangan lainnya di Indonesia. Tentunya kita tidak ingin hal ini terjadi” komentar Rosita. Rencana DSAK untuk mencabut PSAK 51 Akuntansi Kuasi-Reorganisasi juga menuai keberatan. Dudi Kurniawan, praktisi akuntan publik menyatakan bahwa PSAK 51 masih dibutuhkan di Indonesia dan bermanfaat untuk perusahaan yang membutuhkan “fresh-start” accounting setelah rugi akibat krisis moneter beberapa waktu lalu. “Apabila memang tidak bertentangan dengan IFRS sebaiknya PSAK 51 tetap dipertahankan.” DSAK memutuskan untuk menghapus PSAK 51 karena standar ini merupakan adopsi dari standar akuntansi amerika serikat dan tidak ada standar akuntansi tentang kuasi reorganisasi dalam IFRS. “Indonesia sudah menjadi sorotan dunia karena target konvergensi IFRS sudah pernah mundur dari target sebelumnya tahun 2008. DSAK harus banyak mengambil keputusan yang sulit seperti misalnya pencabutan PSAK 51 ini. Oleh sebab itulah kami meminta masukan masyarakat dalam kegiatan public hearing ini. Mohon masukan maupun keberatan dapat dikirim ke DSAK agar membantu kami dalam mengambil keputusan” pungkas Rosita Uli Sinaga. Sumber : http://aiaril.blogspot.com/2012/04/pengaruh-asuransi-terhadap-ifrs.html http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?catid=&id=209 http://annn-bell.blogspot.com/2012/04/pengaruh-asuransi-terhadap-ifrs.html

Sabtu, 31 Maret 2012

Contoh Kasus Pengaruh Penerapan IFRS Terhadap Pajak Suatu Perusahaan.

PSAK (Pedoman Standar Akuntansi Keuangan) adalah standar yang digunakan untuk pelaporan keuangan di Indonesia. PSAK digunakan sebagai pedoman akuntan untuk membuat laporan keuangan. PSAK hanya berlaku di Indonesia.
IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan pedoman penyusunan laporaan keuangan yang diterima secara global. Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya IASC/IAFC, IASB, hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini. Jika sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.
Salah satu perbedaan yang paling menonjol antara PSAK dengan IFRS adalah perbedaan tentang metode pencatatan laporan keuangan dimana pada Konsep Dasar Akuntansi Keuangan mengenal istilah Hystorical Cost yang artinya dimana pada sebuah pembelian sebuah asset maka akan dicatat sebesar harga perolehan yang kita keluarkan pada saat membeli asset tersebut. Sedangkan dalam IFRS tidak dikenal Hystorical Cost/Harga Perolehan ini, dalam IFRS hanya dikenal Fair Value/Nilai saat ini. Perbedaan ini nantinya akan sangat berpengaruh terhadap laporan keuangan suatu perusahaan yang ujungnya akan berdampak pada pembayaran pajak perusahaan tersebut.
Contoh kasus, PT. Surya Pratama adalah perusahaan dibidang furniture yang berdiri sejak tahun 1991, perusahaan ini sebelumnya hanya perusahaan bertaraf nasional yang semakin lama semakin maju dan hingga sekarang memiliki pencapaian omset hingga milyaran rupiah, suatu ketika perusahaan ini ingin mengembangkan jangkauan usahanya hingga tingkat internasional. Sebelumnya perusahaan ini menggunakan PSAK sebagai standar dalam pembuatan laporan keuangannya tetapi ketika perusahaan ini ingin Go Internasional maka mau tidak mau perusahaan ini harus mengubah standar keuangannya dengan menggunakan IFRS karena IFRS standar laporan keuangan yang berlaku diseluruh dunia.
Ketika masih menganut PSAK maka PT. Surya Pratama mencatat pembelian aktiva tetap dalam hal ini contohnya Tanah sebesar harga perolehan saat membeli tahun 1991 sebesar Rp 5000/meter. Ketika perusahaan ini berniat untuk Go Internasional maka standar pembuatan laporan keuangannya pun harus diubah menjadi IFRS, karena dalam IFRS tidak diakui adanya hystorical cost maka nilai asset tanah PT. Surya Pratama dicatat sebesar nilai/harga tanah saat ini yaitu Rp 5.000.000/meter.
Perubahan metode pencatatan ini akan sangat berpengaruh kepada pembayaran PBB (pajak bumi dan bangunan). Dengan menggunakan IFRS maka otomatis pembayaran PBB akan meningkat secara drastis.
Inilah konsekuensi yang harus dipikirkan matang-matang oleh PT. Surya Pratama ketika menginginkan usahanya bertaraf Internasional. Dengan kemungkinan pencapaian usaha yang lebih luas maka biaya yang harus dikeluarkan oleh PT. Surya Pratama pun menjadi meningkat.

Sumber :
http://mnurisya.blogspot.com/2011/12/pengaruh-penerapan-konsep-ifrs-terhadap.html

Senin, 31 Oktober 2011

Kasus Suap Tanjung Priok Pejabat Bea Cukai Diancam Seumur Hidup

Materi
Latar Belakang
Hubungan bisnis dengan moral adalah sebuah realita (kenyataan) yang setiap saat, setiap hari dialami, meskipun tidak secara eksplisit. Pendapat yang menyatakan bahwa bisnis itu tidak ada hubungannya dengan moral adalah suatu ”mitos”. Ada sebuah paham yang disebut dengan oxymoron yang berpendapat bahwa : Mana ada bisnis yang bersih, manakala seseorang telah memutuskan untuk berbisnis, maka dia harus berani atau paling tidak bertangan kotor. Sebuah pemahaman yang sangat keliru. Dalam dunia bisnis, moral harus tetap ada. Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam mendapatka keuntungan dalam berbisnis.

Kasus:
JAKARTA, KOMPAS.com — Pejabat Fungsional Penerima Dokumen (PFPD) jalur hijau Dirjen Bea Cukai, Agus Sjafiin Pane, diancam hukuman penjara seumur hidup. Ia didakwa dalam kasus proses pengeluaran barang dari daerah pabean Pelabuhan Tanjung Priok.
"Bahwa Agus, baik sendiri, atau pun bersama-sama Piyossi, Eddy Iman Santoso, dan Pengihutan Manahara Uli Marpaung telah melakukan serangkaian perbuatan yang masing-masing dipandang perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan selaku pegawai negeri," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Aries, saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/3).
Menurut JPU, Agus telah menerima hadiah atau janji berupa uang tunai dari PT Changhong, Tan Nadim alias Ayang Rp 76,75 juta; PT Gemilang Expressindo, Hilda Suwandi Rp 3 juta; PT Hibson Wira Prakarsa, Hernoto Prairo alias Cuming Rp 22 juta; PT Daisy Mutiara Nusantara, M Agus Subandi Rp 900.000; PT Catur Daya Sembada, Subagyo Rp 12,1 juta, PT Kenari Djaya, M Yusuf Rp 6 juta; dan CV Sinar, Fajar Robby Aritonang Rp 800.000.
Uang tersebut diberikan karena Agus mempermudah atau tidak mempersulit proses pengeluaran barang dari daerah pabean Pelabuhan Tanjung Priok.
Karena perbuatannya, Agus diancam dengan dakwaan primer pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU No 31/99 yang telah diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ia diancam penjara seumur hidup, 20 tahun, minimal 4 tahun penjara, denda maksimal Rp 1 miliar dan minimum Rp 250 juta.
Dakwaan subsider pasal 11 UU No 31/99 yang telah diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ancamannya maksimal 5 tahun penjara, minimum 1 tahun penjara dan denda maksimal Rp 250 juta, minimum Rp 50 juta.
Ditambahkan JPU, Agus juga bekerja sama dengan PFPD jalur hijau lain yaitu Piyossi dan Manahara Uli untuk menerima setoran sejumlah uang dari para importir dan Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dalam proses pengeluaran barang. Setelah uang tersebut diterima lalu dikumpulkan oleh Piyossi dan Manahara Uli, uang tersebut dimasukkan ke dalam 24 lembar amplop yang masing-masing isinya berjumlah Rp 1 juta-Rp 2 juta untuk dibagikan kepada Agus, Piyossi, Eddy Iman Santoso, dan Manahara Uli, serta 20 orang PFPD jalur hijau Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (KPU-DJBC) Tanjung Priok setiap 1 atau 2 minggu sekali.
Tim gabungan dari bidang kepatuhan internal KPU-DJBC Tanjung Priok dan KPK telah melaksanakan inspeksi mendadak di ruang kerja PFPD Jalur Hijau KPU-DJBC Tanjung Priok dan di dalam mobil suzuki APV bernomor polisi B 2737 SQ. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan barang bukti berupa sejumlah amplop dan uang tunai berjumlah Rp 87,567 juta, 1000 dollar AS, 50 dollar Australia, 23 dollar Singapura, serta catatan pemberian uang, baik dari para importir, maupun PPJK.
"Terdakwa seharusnya menghindari perbuatan yang dapat merugikan pihak lain," katanya.

Kesimpulan :
Pada kasus ini Agus telah melanggar moral dan etika dalam berbisnis. Dia terbukti melakukan tindakan korupsi bea cukai yang uang tersebut ia terima dari beberapa perusahaan untuk mempermudah pengeluaran barang dari pelabuhan Tanjung Priok. Moral merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Sementara dalam kasus ini pemerintah dirugikan dalam bentuk pendapatan negara, sementara pihak – pihak seperti Agus yang diuntungkan
Solusi :
Seharusnya tim inspeksi dan gabungan lebih sering melakukan inspeksi dan pengecekan lebih sering, agar tidak terjadi pencaloan pengirimn barang di Tanjung Priuk, seharusnya pemerinth lebih tegas dalam membrantas kasus korupsi seperti halnya dalam kasus ini.

Senin, 03 Oktober 2011

Etika Profesional


Sumber: Suluh Indonesia, 3 Oktober 2011

Dari wacana tersebut terdapat prinsip-prinsip yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip IAI dimana sebagai orang yang bekerja untuk kepentingan public. Prinsip yang tidak sesuai dengan IAI adalah:
- Prinsip kedua kepentingan public
Yaitu prinsip bahwa setiap anggoota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada public, menghormati kepercayaan public dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Dalam kasus tersebut disebutkan bahwa berdasarkan hasil survey, tingkat kepuasan public terhadap politisi mmenurun sebanyak 21%. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa public sudah berkurang tingkat kepercayaannya terhadap politisi. Penurunan tingkat kepercayaan public terhadap politisi ini diakibatkan oleh banyaknya politisi diproses oleh penegak hokum karena kasus korupsi selama 6 tahun terakhir, antara lain terdapat 125 kepala daerah dan 19 anggotta DPR dan mantan anggota DPR.
Ciri utama dari suatu etika profesi adalah “Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan public”. Atas kepercayaan yang diberikan public kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Namun berdasarkan kasus tersebut, para politisi tidak mampu ataupun tidak bisa menghormati kepercayaan yang diberikan public kepada mereka. Mereka mensalahgunakan kepercayaan yang diberikan dengan melakukan korupsi yang mementingkan diri mereka sendiri. Hal ini sangat merugikan kepentingan public dan Negara. Dimana dana tersebut seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperbaiki kondisi Negara yang semakin sulit. Namun para politisi sekarang seakan tidak peduli dengan keadaan masyarakat dan Negara. Hal ini menunjukkan politisi sekarang tidak berdedikasi dan tidak memiliki professional yang tinggi. Hal ini sangat bertentangan dengan etika profesi.